Mesbes bangke yakni tradisi mencabik mayat di Bali yang masih dipertahankan ritual uniknya hingga kini, oleh masyarakat orisinil adab banjar buruan di Desa Tampak Siring, Gianyar. Prosesi ini sendiri dilakukan sebelum melaksanakan upacara Ngaben (kremasi mayat) yang sangat lazim ditemukan pada umat Hindu di Bali.
Kaprikornus knorma dan sopan santun sang mayat gres keluar dari rumah duka, tubuhnya akan dikerubuti oleh orang-orang yang akan mencabik-cabik setiap pecahan tubuhnya dengan gigi ataupun tangan mereka. Tidak diketahui niscaya daging yang terpotong akan dimakan, atau hanya sekedar dikoyak ataukah tidak sengaja tertelan ?
Konon, mereka yang berani mengoyak daging jenasah tersebut dikatakan dalam keadaan setengah kerasukan meskipun tak tiruananya, alasannya yakni banyak juga warga yang dalam keadaan benar-benar sadar berani melakukannya.
Menurut klarifikasi dari kelian dinas dan adab banjar buruan. Tradisi "mesbes bangke" peninggalan leluhur ini sendiri, sudah berlangsung semenjak jaman berlalu dan silam kala. Asal mulanya, dulu mayat yang akan di membakar kerap kali menjadikan anyir busuk hingga baunya begitu menyengat dan mengganggu lingkungan tempat tinggal warga.
Sampai-sampai menciptakan warga kewalahan membawa ke kuburan lantaran tak besar lengan berkuasa menahan anyir busuknya.
Dan entah wangsit siapa yang mengawali pertama kali, ketika sedang ngarap (mengarak) mereka mulai ‘mempermainkan‘ mayat tersebut semoga lupa dengan baunya (suasana pikiran besar hati menimbulkan baunya seakan hilang). Kemudian tubuhnya dilepaskan dari keranda, dioper kesana kesini oleh warga dan sehabis mereka puas bermain gres mereka melaksanakan kremasi (pembakaran mayat)
Dan dirasakan masuk akal mengingat dijaman berlalu dan silam, untuk mendapat formalin (pengawet mayat) sangat tidak ringan dan sepele. Sedangkan mayat bisa didiamkan berhari-hari dirumah sambil menunggu kedatangan keluarga yang lain sebelum memulai upacara ngaben.
Dalam masyarakat adab banjar buruan gianyar, mereka mengenal tiga jenis pemakaman yaitu Ngaben langsung, penguburan mayat dan Ngaben Pribadi. Untuk tradisi mencabik mayat ini sendiri hanya terjadi bila keluarga sang almarhum mengadakan Ngaben Pribadi.
Dan tak ada perlakuan istimewa bagi siapa saja meskipun sang mayat mempunyai kasta tinggi, namun khusus untuk sosok pemangku, pedanda, atau sulinggih kami akan berusaha memakai seni administrasi semoga warga tidak melaksanakan tradisi cabik mayat Mesbes bangke tersebut.
Biasanya kami akan mengadakan ritual mekingsan ring gni untuk mengalihkan perhatian warga. Kalau tidak begitu warga bisa rusuh. Dan jangan pernah mencoba-coba untuk warga yang berasal dari luar banjar buruan, bila kedapati mereka ikut-ikutan tradisi abnormal mencabik mayat mesbes bangke ini sudah niscaya bisa dihajar massa.
Video Tradisi Mencabik Mayat Mesbes Bangke
Namun untuk dijaman sekarang, penggelaran program ritual Mesbes Bangke di Bali ini sudah sanggup dikatakan jauh ludang kecepeh baik dan tidak terlalu kejam, alasannya yakni badan mayat akan ditutupi dengan kain putih sehingga pemandangan daging tercabik yang seperti kejam tidak terlihat lagi. Meskipun mereka masih berusaha untuk menaiki atas peti jenazah.
Dan untuk mengantisipasi semoga mayat tidak jatuh dari keranda ketika diarak, warga juga membekali tikar, beberapa lapisan kain serta mengikat tubuhnya dengan rantai. Selain itu, hal ini juga bermaksud untuk pencegahan tertular penyakit, alasannya yakni tak ada yang tahu niscaya apakah sang almarhum semasa hidupnya mempunyai riwayat penyakit menular atau tidaknya, ungkap sang kelian adat.
Sahabat kejadiananeh.com memang unik yah ritual serta tradisi kebudayaan yang ada di Indonesia kita ini, setiap wilayah kawasan pasti mempunyai perbedaan kebudayaan yang diwariskan dari para leluhurnya.
Salah satunya Pulau Bali yang kaya akan adab istiadat unik menyerupai ome-omedan, terunyan meletakkan mayat diatas watu besar dan tradisi mencabik mayat Mesbes Bangke yang masih menuai perselisihan bahkan oleh Umat Hindu di Bali sendiri, lantaran dianggap terlalu kejam dan sadis memperlakukan mayat menyerupai itu. Namun itulah kebudayaan, kita harus saling menghormati prinsip dan dogma orang lain :)
Advertisement